Hewan Yang Ganas

Hewan Yang Ganas

Tergolong Sebagai Ikan yang Kuat

Dilansir dari Aquarium Source, ikan ini banyak disukai oleh penggemar ikan hias karena kepribadiannya. Meskipun ganas, ikan dengan warna indah ini bisa membangun sebuah relasi dengan pemiliknya dan bahkan dapat memohon-mohon untuk diberi makan layaknya tingkah seekor anjing.

Meskipun keberadaan dari ikan ini membahayakan perairan, tetapi banyak masyarakat yang menjadikan ikan unik ini sebagai peliharaan di akuarium. Faktanya memang ikan asal Nikaragua ini mempunyai motif yang hampir serupa dengan ikan lou han, sehingga banyak orang yang justru malah semakin ingin memeliharanya.

Sesuai dengan namanya, warna merah yang ada pada ikan red devil tersebut memang sangatlah mencolok bila diletakan di dalam akuarium.

Cara Memelihara Ikan Red Devil

Walau dikenal berbahaya, ikan ii tetap digandrungi oleh para pecinta ikan hias. Walau begitu, ikan jenis ini tak cocok dipelihara oleh pecinta ikan hias pemula. Pasalnya, tempat yang disediakan untuk memelihara ikan ini harus cukup luas serta perawatan yang lebih rumit.

Terlepas dari sifatnya yang ganas, ikan penyendiri ini merupakan ikan yang tangguh. Meskipun begitu, Grameds harus memerhatikan beberapa hal supaya mereka bisa tumbuh dengan maksimal.

Pertama, pastikan bahwa ukuran akuarium cukup besar bagi ruang gerak ikan ini karena mereka merupakan perenang yang aktif. Aquarium Source menyarankan bahwa Grameds untuk memilih akuarium yang memiliki ukuran 180x70x70 cm atau lebih.

Di samping itu, memperhatikan tingkat keasaman dan suhu air akuarium juga tak kalah penting. Usahakan temperatur air dalam akuarium berada pada kisaran 21–26 derajat Celsius dengan pH 6–8.

Grameds memerlukan setidaknya 55 galon atau 208L air untuk satu ikan red devil. Bila ada dua ikan red devil, maka Grameds memerlukan akuarium atau tangki yang lebih besar setidaknya dengan 125 galon atau 473L air. Sementara, dibutuhkan setidaknya 200 galon lebih atau sekitar 757L air untuk menampung beberapa ikan red devil sekaligus di tempat yang sama.

Selain wajib memperhatikan kapasitas air, Grameds juga harus rajin menguras atau mengganti air akuarium dengan teratur. Ikan ini merupakan jenis ikan yang senang hidup di tempat yang sama seperti habitat aslinya. Jadi, sebaiknya lapisi bagian bawah akuarium dengan menggunakan pasir halus dan beri batu serta kayu sebagai tempat mereka bersembunyi.

Pastikan juga untuk menjaga oksigen yang terpenuhi dan sehat sebagai tempat hidup ikan cantik ini.

Habitat dan Makanan Ikan Red Devil

Ikan yang masih berkerabat dengan ikan lou han ini senang berada di perairan terbuka dan jarang ditemukan di sungai. Ikan pemangsa ini lebih senang untuk berada di dasar pasir halus yang memiliki banyak tempat persembunyian di antara batu maupun kayu. Umumnya, ikan ini dapat ditemukan di sela-sela bebatuan maupun batang kayu yang terendam.

Rahang kuat dan gigi besar menunjukkan, bahwa spesies ini merupakan spesies pemangsa atau predator. Ikan ini memakan ikan kecil, cacing, larva serangga, siput, dan organisme lainnya yang berada di bagian bawah air.

Bila dalam aquarium, ikan ini merupakan omnivora yang akan memakan segala yang Grameds berikan. Sebaiknya, mencukupi sumber protein ikan ini dengan cacing tanah, cacing darah, dan jangkrik.

Selain itu, Grameds juga dapat memberikan sayuran untuk menyeimbangkan pola makan ikan dari ikan hias ini dan melindungi mereka dari berbagai penyakit. Berikan makanan untuk ikan rakus ini dalam beberapa hari. Berikut, beberapa sumber nutrisi yang baik untuk ikan red devil:

Ikan Red Devil Termasuk Agresif

Penamaan red devil bukan karena warna tubuh dari ikan ini yang merah cerah, melainkan karena perilaku agresif yang dimilikinya. Berdasarkan Fishkeeping World, tak jarang si setan merah mengejar ikan-ikan lain untuk sekadar “olahraga”, menggigit, dan bahkan membunuh mereka.

Dikarenakan perilaku red devil yang ganas tersebut, penghobi ikan hias lebih kerap menempatkan si setan merah ke tempat yang terpisah dari spesies lain. Meski demikian, bahkan dengan jenis yang sama pun ikan bertaring tajam ini tetap menunjukkan sifat agresif, kecuali dengan pasangannya. Jadi, untuk mencegah terjadinya pertikaian antar red devil yang belum kawin, sediakan banyak tempat bersembunyi untuk ikan di akuarium.

Selain kepada sesama ikan, Amphilophus labiatus juga ganas terhadap benda-benda yang ada di sekitarnya. Dianugerahi dengan rahang yang kuat dan gigi yang tajam, si setan merah tak akan segan-segan menyeruduk kaca akuarium, menghancurkan peralatan akuarium, dan bahkan menggigit pemiliknya, lho!

Asal Mula Ikan Red Devil di Indonesia

Seperti yang telah dijelaskan pada poin sebelumnya, ikan ini bukanlah spesies asli dari Indonesia. Meski demikian, ikan ganas ini sudah dapat dengan mudah ditemukan di perairan air tawar Tanah Air. Peneliti mengungkapkan bahwa ikan yang memiliki gigi tajam ini sudah masuk ke Indonesia pada sekitar tahun 1990-an, dibawa dari Singapura dan Malaysia lalu disebarkan di beberapa waduk buatan di Indonesia.

Peneliti juga mengungkapkan bahwa banyak ikan merah cantik yang dengan sengaja dilepas di perairan Indonesia oleh para penggemar ikan hias dengan berbagai alasan yang salah satunya adalah keganasan dari ikan ini. Pelepasan ikan ini dilakukan tanpa pengkajian yang jelas sehingga mengakibatkan populasi ikan red devil di alam liar meluas dengan cepat, bahkan hingga mendominasi serta merusak perairan tersebut.

Ikan Red Devil Dilarang di Indonesia

Ikan predator ini pernah muncul serta menghebohkan ekosistem air tawar di Danau Toba, Sumatera Utara. Aksi brutal dari ikan red devil menjadikan populasi ikan endemik menjadi menurun serta merugikan nelayan setempat.

Kemunculan dari ikan buas ini ternyata juga terjadi di banyak daerah lain di Indonesia. Si setan merah ini dapat ditemukan di beberapa daerah, seperti Waduk Sermo, Kulon Progo dan Waduk Wonorejo, Tulungagung. Populasi ikan agresif ini menjadi sangat banyak dan memangsa ikan-ikan lain yang mempunyai nilai ekonomis lebih tinggi.

Pemerintah RI pun sudah merilis peraturan yang melarang persebaran ikan red devil di Indonesia. Larangan tersebut diatur melalui Peraturan Kementerian Kelautan dan Perikanan Nomor 19 Tahun 2020 tentang Larangan Pemasukan, Pembudidayaan, Peredaran dan Pengeluaran Jenis Ikan Yang Membahayakan dan atau Merugikan Dalam dan Dari Perairan Negara Republik Indonesia

Ikan Red Devil Memangsa Ikan Endemik Danau Toba

Dari penjelasan sebelumnya, Grameds sudah tahu jika ikan ganas ini tak akan segan untuk melukai maupun membunuh ikan lain. Nah, perilaku agresifnya tersebut sempat menjadi permasalahan di perairan Danau Toba pada April 2022 silam.

Kemunculan dari Amphilophus labiatus di danau vulkanik tersebut diduga karena dilepas dengan sembarangan oleh masyarakat sekitar. Mungkin tampak sepele, tetapi pada kenyataannya ikan pemangsa yang lepas ini sudah memangsa banyak ikan endemik di Danau Toba.

Spesies Amphilophus labiatus sendiri merupakan golongan omnivora. Grameds dapat memberikannya daging, sayur, dan serangga seperti jangkrik ataupun cacing. Akan tetapi, karena memiliki sifat yang agresif juga memungkinkan ikan red devil memangsa ikan lain yang memiliki ukuran lebih kecil.

Para setan merah ini, lantas menjadi spesies invasif di Danau Toba. Jika dibiarkan begitu saja, tentu akan menyebabkan populasi ikan endemik menjadi berkurang. Untungnya, masyarakat setempat telah mengerahkan upaya untuk menangkap ikan-ikan ganas tersebut dengan tujuan untuk menjaga keseimbangan ekosistem.

Ikan Red Devil Memangsa Ikan Endemik Danau Toba

Dari penjelasan sebelumnya, Grameds sudah tahu jika ikan ganas ini tak akan segan untuk melukai maupun membunuh ikan lain. Nah, perilaku agresifnya tersebut sempat menjadi permasalahan di perairan Danau Toba pada April 2022 silam.

Kemunculan dari Amphilophus labiatus di danau vulkanik tersebut diduga karena dilepas dengan sembarangan oleh masyarakat sekitar. Mungkin tampak sepele, tetapi pada kenyataannya ikan pemangsa yang lepas ini sudah memangsa banyak ikan endemik di Danau Toba.

Spesies Amphilophus labiatus sendiri merupakan golongan omnivora. Grameds dapat memberikannya daging, sayur, dan serangga seperti jangkrik ataupun cacing. Akan tetapi, karena memiliki sifat yang agresif juga memungkinkan ikan red devil memangsa ikan lain yang memiliki ukuran lebih kecil.

Para setan merah ini, lantas menjadi spesies invasif di Danau Toba. Jika dibiarkan begitu saja, tentu akan menyebabkan populasi ikan endemik menjadi berkurang. Untungnya, masyarakat setempat telah mengerahkan upaya untuk menangkap ikan-ikan ganas tersebut dengan tujuan untuk menjaga keseimbangan ekosistem.

7 Hewan Purba yang Bukan Dinosaurus, Punya Wujud Mengerikan dan Ganas

Dinosaurus merupakan hewan purba yang paling familiar di telinga. Hewan ini sangat populer karena tubuhnya yang super besar. Tak jarang spesies dinosaurus yang memiliki bentuk menyeramkan dan terkenal ganas pada masanya.

Namun di balik itu, ada banyak fauna lain yang hidup di zaman purba. Hewan-hewan ini juga memiliki ukuran dan bentuk yang cukup mengerikan. Mereka tersebar di seluruh penjuru dunia, baik di darat, udara, maupun wilayah perairan.

Lantas, apa saja hewan tersebut? Berikut ini 7 hewan purba yang bukan dinosaurus, dikutip dari berbagai sumber

Dimetrodon cukup terkenal sebagai salah satu hewan prasejarah. Ciri yang paling menonjol dari hewan ini adalah layar di punggungnya. Makhluk ini bersisik dan bergerak dengan cara merayap. Ia kerap disalahartikan sebagai dinosaurus. Padahal, hewan yang hidup di Bumi sekitar 270 juta tahun yang lalu ini bukanlah dinosaurus.

Dia termasuk dalam spesies synapsid yang memiliki kekerabatan dengan manusia dan mamalia lain. Sinapsida memiliki satu lubang besar di belakang rongga matanya.

Hidup ratusan juta tahun lalu, pterosaurus merupakan makhluk bersisik yang mampu terbang ke angkasa. Hewan ini adalah sekelompok reptil terbang yang jelas berbeda dari klan Dinosauria.

Pterosaurus mengandalkan selaput sayap tanpa bulu untuk bisa terbang ke langit. Mereka adalah vertebrata pertama yang mampu terbang dan menjadi yang terbesar dengan beberapa jenis memiliki lebar sayap hingga 10 meter.

Hewan ini diketahui pernah hidup di Loch Ness, sebuah danau di Skotlandia. Plesiosaurus bukan termasuk dinosaurus, melainkan reptil laut. Ciri khas binatang buas ini yaitu berleher panjang dan bersirip. Dia diketahui berada di lautan sampai peristiwa kepunahan massal pada akhir Zaman Kapur.

Mosasaurus merupakan kelompok hewan air prasejarah yang termasuk dalam kelas reptil. Mereka memiliki leher pendek dan rahang besar yang digunakan untuk menangkap mangsa. Panjang hewan ini bisa mencapai 15 meter, lebih panjang dari T. rex.

Deinosuchus merupakan reptil yang memiliki tampilan mirip buaya dan aligator modern. Deinosuchus bisa tumbuh sepanjang 12 meter dengan berat mencapai 7 ton. Fauna mengerikan ini pernah menguasai rawa dan sungai sekitar 70 juta tahun yang lalu.

Bukan rahasia lagi, megalodon dikenal sebagai salah satu predator terbesar di dunia pada zaman prasejarah. Selama 20 juta tahun mereka menjadi puncak rantai makanan di lautan. Dia memiliki ukuran tubuh dengan panjang 13 hingga 25 meter.

Angka ini sebagai perkiraan. Setelah punah, megalodon hanya menyisakan gigi dan beberapa tulang belakang, jadi sangat sulit untuk mengetahui persis seberapa besar hewan satu ini.

Jika dilihat secara sekilas, glyptodon mirip seperti kura-kura. Glyptodon merupakan mamalia besar yang melintasi Amerika Selatan selama Zaman Es.

Sama seperti mammoth raksasa, mereka adalah bagian dari megafauna mamalia yang menguasai era tersebut. Cangkang bersisik mereka berkontribusi pada bobot 2 ton yang mereka memiliki. Hewan ini mudah dikenali karena wujudnya mirip dengan armadillo modern.

JAKARTA, celebrities.id - Dinosaurus merupakan hewan purba yang memiliki bentuk menyeramkan dan terkenal ganas pada masanya.

Namun dibalik itu, ada banyak fauna lain yang hidup di zaman purba. Hewan-hewan ini justru memiliki ukuran tak dan bentuk tak lazim.

Mereka tersebar di seluruh penjuru dunia, baik di darat, udara, maupun wilayah perairan.

Berikut ini delapan hewan purba yang bukan dinosaurus, dikutip dari Mental Floss, Sabtu (25/3/2023).

Dimetrodon cukup terkenal sebagai salah satu hewan prasejarah. Ciri yang paling menonjol dari hewan ini adalah layar di punggungnya. Makhluk ini bersisik dan bergerak dengan cara merayap.

Dia kerap disalahartikan sebagai dinosaurus. Padahal, hewan yang hidup di Bumi sekitar 270 juta tahun yang lalu ini bukanlah dinosaurus.

Dia termasuk dalam synapsid yang memiliki kekerabatan dengan manusia dan mamalia lain. Sinapsida memiliki satu lubang besar di belakang rongga matanya. Diyakini hal inilah yang membuat gigitan kuat keturunan mamalia Dimetrodon.

Hidup ratusan juta tahun lalu, pterosaurus merupakan makhluk bersisik yang mampu terbang ke angkasa. Hewan ini adalah sekelompok reptil terbang yang jelas berbeda dari klad Dinosauria.

Pterosaurus mengandalkan selaput sayap tanpa bulu untuk memperoleh daya angkat. Mereka adalah vertebrata pertama yang mampu terbang dan menjadi yang terbesar dengan lebar sayap mencapai 10 meter.

Hewan ini diketahui pernah hidup di Loch Ness, sebuah danau di Skotlandia. Plesiosaurus bukan termasuk dinosaurus, melainkan reptil laut. Ciri khas binatang buas ini yaitu berleher panjang dan bersirip. Dia diketahui berada di lautan sampai peristiwa kepunahan massal pada akhir Zaman Kapur.

Mosasaurus merupakan kelompok binatang air prasejarah yang termasuk dalam kelas reptil. Mereka memiliki leher pendek dan rahang besar yang digunakan untuk menangkap mangsa. Panjang hewan ini bisa mencapai 15 meter, lebih panjang dari T. rex.

Deinosuchus merupakan reptil yang memiliki tampilan mirip buaya dan aligator modern. Deinosuchus tumbuh sepanjang 12 meter dengan berat mencapai 7 ton. Fauna mengerikan ini pernah menguasai rawa dan sungai sekitar 70 juta tahun yang lalu.

Bukan rahasia lagi, megalodon dikenal sebagai predator terbesar dunia pada zaman prasejarah. Selama 20 juta tahun mereka menjadi puncak rantai makanan di lautan. Dia memiliki ukuran tubuh mirip leviathan yang tumbuh dengan panjang 13 hingga 25 meter.

Angka ini sebagai perkiraan. Setelah punah, megalodon hanya meninggalkan gigi dan beberapa tulang belakang. Tidak diketahui persis seberapa besar hewan satu ini.

Jika dilihat secara sekilas, glyptodon mirip seperti kura-kura. Glyptodon merupakan mamalia besar yang melintasi Amerika Selatan selama Zaman Es.

Sama seperti mammoth raksasa, mereka adalah bagian dari megafauna mamalia yang menguasai era tersebut. Cangkang bersisik mereka berkontribusi pada bobot 2 ton mereka. Hewan ini mudah dikenali karena cirinya mirip dengan armadillo modern.

Ditulis oleh Tim Redaksi Klikhijau.com

Klikhijau.com – Burung hantu salju atau snowy owl merupakan spesies yang menawan dan ikonik. Para penggemar burung, bahkan masyarakat umum akan terpikat saat melihatnya.

Bulunya yang putih mencolok. Menjadikan burung bernama ilmiah Bubo scandiacus memikat. Ditambah dengan sifatnya yang berbeda dengan burung hantu pada umumnya.

Jika pada umumnya burung hantu adalah nokturnal atau beraktivitas di malam hari, maka burung hantu salju lebih menyukai berburu mangsa di siang hari.

Burung bermata kuning dan tajam ini adalah  pemangsa yang luar biasa. Ia dapat ditemukan di tundra Arktik. Mereka beradaptasi dengan baik terhadap kondisi habitat mereka yang keras.

Terlepas dari popularitasnya, burung ini menghadapi beberapa tantangan yang mengancam kelangsungan hidup mereka.

Burung hantu salju ini adalah spesies karismatik dan ikonik yang telah memikat hati banyak orang di seluruh dunia.

Sayangnya  saat ini terdaftar sebagai spesies yang masih kurang mendapat perhatian. Padahal sangat penting untuk terus memantau dan melindunginya untuk memastikan kelangsungan hidupnya dalam jangka panjang.

Dikutip dari Earth, burung ini adalah burung raptor yang besar dan kuat, dengan lebar sayap hingga 170 cm (67 in) dan berat antara 1,6-2,9 kg (3,5-6,4 lbs).

Bulunya yang putih bersih dengan corak hitam tipis memberikan kamuflase yang sangat baik di lingkungan bersalju.

Pejanjannya cenderung lebih putih, sedangkan betina  dan remaja menunjukkan tanda-tanda lebih gelap.

Burung ini mempunyai kaki berbulu lebat yang memberikan isolasi terhadap tanah dingin, sehingga cocok untuk hidup di Kutub Utara.

Lapisan bulu penyekatnya yang tebal membantu mereka menahan suhu ekstrem. Mereka terutama adalah pemburu diurnal, memangsa mamalia kecil seperti lemming dan tikus, serta burung.

Burung ini  berkembang biak di tundra Arktik di Amerika Utara bagian utara, Eropa, dan Asia. Mereka bermigrasi ke selatan selama bulan-bulan musim dingin, kadang-kadang mencapai Amerika Serikat bagian utara.

International Union for Conservation of Nature and Natural Resources (IUCN) telah memasukkan satwa cantik ini sebagai spesies terancam punah.

Populasinya mengalami penurunan di wilayah tertentu, dan spesies ini menghadapi berbagai ancaman yang dapat berdampak negatif terhadap keberadaannya di masa mendatang.

Salah satu ancaman yang paling mengkhawatirkan atas burung ini adalah perubahan iklim, hilangnya habitat, dan gangguan manusia.

Perubahan iklim berpotensi mengganggu keseimbangan ekosistem Arktik. Itu secara otomatis mempengaruhi ketersediaan mangsa dan mengubah habitat perkembangbiakan satwa unik ini.

Selain itu, hilangnya habitat akibat perluasan pemukiman manusia, pembangunan industri, dan proyek infrastruktur menimbulkan tantangan besar bagi kelangsungan hidup spesies ini.

Gangguan manusia, seperti aktivitas rekreasi dan perburuan ilegal, juga dapat berdampak pada Burung Hantu Salju dengan menyebabkan ditinggalkannya sarang dan meningkatnya stres.

Meski burung ini tidak tersebar di seluruh dunia. Namun, kita perlu merasa memilikinya. Sebab jika mengalami kepunahan, maka manusia pulalah yang akan merugi.

Karena itu, untuk memastikan kelangsungan hidupnya, para pejabat telah melakukan berbagai inisiatif konservasi. Upaya-upaya ini termasuk memantau tren populasi, melindungi habitat kritis, dan melaksanakan program pendidikan untuk meningkatkan kesadaran tentang spesies dan kebutuhan konservasinya.

Organisasi seperti World Wildlife Fund (WWF) dan BirdLife International bekerja sama dengan komunitas lokal, pemerintah, dan lembaga penelitian untuk menerapkan langkah-langkah konservasi bagi ini.

Selain itu, beberapa negara telah menetapkan kawasan lindung dalam wilayah jelajah burung hantu salju untuk melindungi habitat berkembang biak dan musim dingin mereka. Biarkan mereka tetap lestari.

Ikan Red Devil – Terdapat berbagai ragam jenis ikan hias. Salah satu yang tidak kalah populer ialah ikan red devil. Meskipun bernama red devil, tetapi ikan ganas yang satu ini tidak ada hubungannya dengan klub sepak bola asal Inggris, Manchester United.

Diklasifikasikan oleh Albert Günther pada tahun 1864, ikan red devil atau ‘setan merah’ banyak dipelihara oleh masyarakat karena memiliki penampilan yang cantik. Meskipun indah untuk dipandang, ikan ini pernah menjadi masalah serius di Danau Toba, lho! Masalah apa itu? Jika penasaran, langsung aja simak artikel berikut ini untuk mendapatkan informasi selengkapnya!

Tergolong Sebagai Ikan yang Kuat

Dilansir dari Aquarium Source, ikan ini banyak disukai oleh penggemar ikan hias karena kepribadiannya. Meskipun ganas, ikan dengan warna indah ini bisa membangun sebuah relasi dengan pemiliknya dan bahkan dapat memohon-mohon untuk diberi makan layaknya tingkah seekor anjing.

Meskipun keberadaan dari ikan ini membahayakan perairan, tetapi banyak masyarakat yang menjadikan ikan unik ini sebagai peliharaan di akuarium. Faktanya memang ikan asal Nikaragua ini mempunyai motif yang hampir serupa dengan ikan lou han, sehingga banyak orang yang justru malah semakin ingin memeliharanya.

Sesuai dengan namanya, warna merah yang ada pada ikan red devil tersebut memang sangatlah mencolok bila diletakan di dalam akuarium.